8.10.09

Lapar

Bimbel yang melelahkan.


Tubuh ini sudah siap meng-glikolisis.
Tapi tidak ada yang masuk ke dalam mulut.
Tidak ada energi.

Ugh, aku lapar.
Dalam kepalaku terbentuk gumpalan asap. Kukira gula-gula kapas.
Lama-lama berwarna kuning...
Ah bukan, orange kecoklatan.
Dia membelah.
Mereka membelah-belah.
Sial, semakin banyak bentuk lonjong yang terbentuk.
Pada si panjang-panjang ini mulai muncul geronjolan kasar, seperti crisp.
Nyem...
Bau hangusnya. Gurih... Rasa keju.


Nugget stick.


Argh!!!!! Tidak! Tidak ada nugget di rumah! Mungkin di freezer? Seingat ku benar-benar tidak ada!

Aku butuh nugget! Aku ingin memakannya! Aku lapar!!! GRAO!!! Seseorang, berikan aku nugget yang hangat mengembang! Aku bayar dengan seluruh uangku di dompet!! Sial, aku sudah terlalu lapar! Kedua alisku mengernyit, gigiku muncul terkatup, tanganku meremas udara, kemejaku kusut, perutku...

keroncongan...


Cepatlah sampai rumah.



Plang Giant mulai terlihat. Sebentar lagi rumah.

Oh iya! Aku ada ide!
Angkot ini tidak akan berlari ke arah Laladon -- dasar penakut.
Bagaimana kalau beli nugget dulu di Giant?
Lalu beli Pocky untuk perjalanan berikutnya.
Yeah!
Cemerlang, kan?


Yak, kiri, kiri. Bagus, Pak.
Kuserahkan uang sepuluhribu. Kutunggu kembaliannya.
Pak Sopir tampak terburu-buru penuh konspirasi.
Dia mengobrak-abrik kantongnya untuk mengambil limaribuan.
Duaribu dari dasbor.
Loh?
Dan satu limaratusan dari tempat koin yang penuh limaratusan.
Dan meletakkannya di bawah uang kertas yang diberikan kepadaku.
"Loh, Pak. Ngapain ngasih limaratusan?"
"Hah?" belagak bego.
"KALO NGERJAIN PENUMPANG JANGAN TANGGUNG-TANGGUNG DONG!"
Aku melempar limaratusan itu ke muka hitam penuh minyak itu, tepat di mata kirinya. Cukup keras sepertinya. Haha.


Sayang, skenario ini tidak pernah terjadi. Aku terlalu lapar untuk berbicara. Menggenggam uang kembalian pun rasanya sudah tidak kuat lagi.

Aku biarkan dia untuk pergi dengan tenang.

Tidak ada komentar: