24.6.08

Siapa yang ngga beretika? Lu atau gue?

''Bang, ada korek ngga?''

Pria yang penuh barang bawaan itu menggapai korek api yang diulurkan sang sopir. Hari itu, di angkot 03 jurusan Laladon, cuma ada 2 penumpang: aku dan pria itu. Aku, yang tadinya duduk di pojokan, pindah duduk ke pinggir dekat pintu sambil memperhatikan pria yang hendak merokok itu. Dia sadar, mungkin karena aku memasang wajah polos, ngga sih, cengengesan tepatnya, dan balik melihat wajahku dengan ragu-ragu. Dia mengambil sebatang korek, aku tetap memperhatikannya. Dia membalas tatapanku dengan muka masam. Lalu dia memalingkan muka sambil mengorek kedua kupuingnya dengan korek. Aku memperhatikannya dalam-dalam dan dia balas mataku. Dia pun mulai menyalakan rokoknya dan fyuuhhh... asap beterbangan di dalam angkot...

Aku tetap menatap matanya sambil menutup hidung.

''Kenapa, Neng?''

Dia kesal.

Aku juga kesal. Orang sebodoh apa sih yang aku hadapi sekarang? Atau saking cueknya dia? Sampah.

Aku menunjuk stiker yang tertempel pada pintu angkot. Stiker larangan merokok dalam kendaraan umum. Ternyata pemerintah Bogor sudah punya PERDA seperti itu... Perda no.8 tahun... aku lupa, dengan denda tinggi dan kurungan lumayan lama.

''Oh... itu Neng. Ngomong dong.''

Apa hal seumum ini perlu diteriakin? Perlu diterangin secara verbal? Perlu dinasihatin? Ngga cukup dengan sindiran? Bapak yang sudah dewasa ini ngga merasa punya tanggung jawab kepada orang disekelilingnya?

Aku hanya tersenyum, tak bisa berkata-kata.

''Kalau mau memperingatkan itu harus beretika... Saya juga dulu pernah sekolah... Semuanya harus komunikasi... bla bla bla...''

Ya, Anda benar. Tapi lebih tidak beretika mana, orang yang mengepulkan asap di depan wajah penumpang kendaraan umum atau orang yang menyindir demi kebaikan? Lagipula, memangnya Anda mengomunisasikan sebelumnya bahwa Anda akan merokok?

''Memang Bapak ngga ngeliat stiker ini? Harusnya 'kan semua orang sudah tahu,'' akhirnya aku berkata-kata dengan sabar. Aku benar, hampir semua angkot menempel stiker ini.

''Sumpah,'' ia menggerakkan telunjuknya ke atas dan ke bawah, ''saya belum pernah sama sekali naik angkot ini,'' jawabnya ragu-ragu.

Kok ngga nyambung?

''Kan di setiap angkot udah ada.'' Aku menyanggah.

''Ngga ah. Saya baru lihat.'' Dia menjawab sambil memalingkan muka.

''Memang ngga semua angkot punya stiker ini. Tapi setiap angkot punya peraturan yang sama kan?'' sanggahku lagi.

Di sekitar SBJ. Tak disangka secepat ini dia mengalihkan pembicaraan.
''Bang, ini belok ke SBJ ya? Wah, dijaga polisi ya? Ngga apa-apa deh, Bang. Eh, boleh lurus? bla... bla... bla...''

Untuk pertama kalinya bertemu orang bermulut besar seperti ini. Egois. Sok bijak. Gila hormat. Ngga semua orang bisa baik terhadap Anda! Sindiran sedikit saja sudah mencak-mencak! Lebay lu! Kalau saya bandingkan dengan orang Inggris yang pernah merokok di depan saya, Anda mengecewakan! Ngga peka! Saat orang Inggris itu berasap-asap ria dan asapnya berkeliaran di depan muka saya, saya tiup asap itu untuk menyindir. ''Oh, sorry...'' tanpa ragu ia mematikan rokoknya dan tak berkata-kata lagi. Karena apa? Dia malu, namun masih punya sikap jantan. Dia sadar telah mengganggu kenyamanan orang di sekitarnya. Nah, Anda sebagai penumpang angkot, yang membuat penumpang lain menjadi perokok pasif? Muka badak!



*perokok pasif punya risiko merokok lebih besar daripada perokok aktif

1 komentar:

AD mengatakan...

Uwaaah! Keren! Negor bapak-bapak sialan terang-terangan! (Gw mah blom berani...)

Siapa yang gak beretika? Jelas dia!